Memperluas wawasan dan memperdalam pengetahuan tentang karakteristik
sungai tentu mustahil dilakukan jika kita hanya berkutat di satu sungai saja. Karena
itulah beberapa waktu yang lalu kami – team operasional KAYAKING JOGJA – meluncur ke arah barat
dan mendayung kayak kami di arus sungai BOGOWONTO, di daerah Bagelen,
kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
|
Peta lokasi pengarungan |
Sungai Bogowonto adalah sungai yang terletak
di wilayah Provinsi Jawa tengah yang bermuara
ke Laut Selatan tepatnya di sebelah barat pantai Congot, Kabupaten Kulonprogo. Sungai ini berhulu di dataran tinggi di daerah Kedu, di sekitar lereng gunung Sumbing dan merupakan satu dari dua sungai cukup
besar di Jawa Tengah yang bermuara ke pantai selatan, selain Sungai Serayu.
Sungai Bogowonto merupakan batas alam bagian barat bagi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan
wilayah Bagelen (sekarang Kabupaten Purworejo). Menurut sejarahnya, Sungai ini mempunyai peranan yang sangat besar dalam perjalanan
sejarah kerajaan Mataram Kuno (Hindu). Maharaja kerajaan Mataram Kuno terbesar
yaitu Sri Maharaja Balitung Watukoro bahkan diebut-sebut berasal dari daerah
Bagelen, sebuah wilayah yang berada di sepanjang aliran sungai Bogowonto. Nama ‘Watukoro’
kemudian disebut menjadi nama sungai Bogowonto pada waktu itu. Sungai watukoro
kemudian disebut sungai Bogowonto karena pada waktu itu di tepiannya sering terlihat pendeta (Begawan)
yang sedang bersemedi atau bertapa.
|
Bogowonto yang asri |
Berkayak menyusuri sungai yang
telah menjadi bagian dari sejarah pekembangan kerajaan Mataram Hindu Kuno tentu
merupakan sensasi tersendiri bagi kami. Selain untuk memperluas wawasan,
perjalanan kayak ini juga memperdalam pengetahuan kami tentang karakter sungai
dan berbagai macam permasalahannya. Selain itu pengarungan ini dapat di jadikan bahan referensi yang penting bagi kami penggiat kegiatan berkayak.
Beberapa hari sebelum pengarungan
dimulai, kami telah mengumpulkan banyak informasi penting mengenai sungai ini.
Salah satu yang terpenting adalah menentukan starting point dan finish-nya.
Jarak pengarungan beserta durasi juga menjadi hal penting yang harus kami
putuskan sebelum pengarungan, begitu juga pengetahuan umum mengenai sungai ini. Browsing di internet dan bertanya langsung kepada pihak-pihak terkait menjadi andalan kami dalam mengumpulkan informasi. Setelah infomasi lengkap kami dapat, kami-pun memutuskan untuk mengarungi bagian bawah sungai ini, dengan jarak sekitar
8km, mulai dari daerah Karangsari, Bagelen, Purworejo, melewati Karangnongko, Sindutan, Jogoboyo, lalu finish di muara sungai ini di Pantai Congot, Temon, Kulonprogo.
|
Setelah start |
Kami memulai pengarungan di suatu
tikungan sungai di daerah Karangsari, tak jauh dari jalan utama Wates – Purworejo.
Starting point ini mempunyai kedalaman tak lebih dari 1 meter dan lebar sungai
hanya sekitar 30 meter. Meskipun berada tepat di tikungan sungai, arus di
starting point ini sangat tenang sehingga memudahkan kami untuk memulai
pengarungan. Dengan elevasi sekitar 15 meter dari muara sungai, pengarungan ini
menjanjikan arus yang tidak begitu deras, apalagi lebar sungai cukup konstan
melebar ke arah hilir – tidak terdapat penyempitan badan sungai- sehingga tidak
ada perubahan kecepatan arus yang cukup berarti.
|
menikmati pemandangan |
Begitu meninggalkan starting
point, kami langsung berhadapan dengan wajah sungai yang cukup menawan. Vegetasi
di pinggiran sungai cukup beragam dan menarik. Mulai dari sengon, deretan pohon
angsana, mahoni, dan pohon waru yang berjuntai hingga menjorok ke badan sungai,
juga Rumpun bambu dan kelapa yang cukup mendominasi sepanjang pinggiran sungai.
Keseluruhan badan sungai di awal pengarungan terletak agak jauh dari pemukiman
sehingga sampah domestik jarang sekali ditemui di sungai ini.
|
menelusuri dinding batu |
Penampang bebatuan andesit yang
sebagian besar berderet di dinding sungai ini membuktikan bahwa banjir tahunan
yang selalu melanda sungai ini tidak berpengaruh terhadap bentuk sungai. Batuan
andesit ini - batuan tua yang telah ada di pinggiran sungai sejak letusan gunung sumbing yang terakhir (1730) - terlihat indah berderet di sepanjang dinding sungai hingga ke
pinggirannya dan menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi ikan-ikan dan bermacam
hewan air yang lain. Apalagi dengan sampah yang sangat jarang dijumpai di
sungai ini memperlihatkan bahwa sungai Bogowonto layak disebut sebagai sungai
yang sehat dan minim polusi.
|
Deretan bebatuan andesit |
|
Mendayung di kerindangan pohon. |
Sekitar 1km setelah start, angin
menyerbu konvoi kayak kami, membentuk alur ombak yang cukup untuk menggoyang kayak kami. Kayuhan
sedikit terhambat, tapi pemandangan indah membayar lunas halangan kecil ini.
Apalagi karena kami menyertakan seorang ‘junior kayaker’ yang masih
berusia 9 tahun di dalam konvoi kami,
kehati-hatian menjadi hal mutlak yang harus kami jaga. Sekitar setengah jam
kemudian – ketika kami meninggalkan tikungan yang kedua, karakter sungai
berubah; angin tidak lagi menyerbu dari depan melainkan dari arah samping
sehingga mendorong kayak kami ke tepi sebelah kiri sungai. Beruntung banyak deretan pepohon menjuntai sampai ke badan sungai sehingga kami bisa mendayung
sembari menghindari sengatan matahari.
|
Berteduh |
Tikungan
ketiga – saat kami meninggalkan desa Karangnongko - kami lewati dengan mudah.
Tapi di balik tikungan angin kembali menerjang dari arah depan, membuat alur
gelombang kembali menghadang. Di penggal sungai ini selain angin dan ombak
sungai yang terus mengguncang, kami dipersulit oleh dangkalnya sungai.
Kedalaman rata-rata hanya sekitar 30cm hingga dayung kami tidak bisa melesak
dengan leluasa ke dalam air. Kayuhan menjadi terhambat meskipun kayak yang kami
gunakan masih bisa dengan bebas melenggang bahkan di kedalaman kurang dari
30cm. Beberapa kali kami harus berhenti di kerindangan pohon waru untuk sekedar
beristirahat dan menikmati pemandangan.
|
Berhenti sejenak |
|
Dibawah naungan pohon waru |
|
Sungai melebar di tikungan Sindutan |
Penampang
sungai semakin melebar, dimulai dari pertengahan pengarungan ketika kami
memasuki daerah Sindutan. Muara sungai semakin dekat; angin laut mulai terasa
dan air sungai terasa payau. Tetapi memasuki alur Sindutan, arus sungai justru
melemah. Alirannya lambat dan arus hampir tak bergerak. Di penggal sungai ini,
alirannya berjajar dengan jalan raya sindutan, yang merupakan jalan lintas
pantai selatan. Di sisi selatan sungai rumah-rumah penduduk berjejer yang
menjadi pembatas antara sungai Bogowonto dengan jalan raya Sindutan.
|
Menuju muara |
Kami terus melaju
meninggalkan Sindutan, melewati jembatan, dan mendayung lurus ke arah muara.
Jembatan yang kami lewati adalah jembatan di jalan Deandels (jalur lintas
selatan), dan dari situ wajah sungai benar-benar berubah. Kedua sisinya tidak
lagi berdinding bebatuan andesit, tapi rumpun pohon mangrove yang menjadi latar
depan deretan pohon-pohon kelapa. Tepian sungai tak lagi berpasir melainkan
lumpur coklat pekat khas daerah muara. Lebar sungai bertambah secara signifikan
menjadi lebih dari 80m dan kedalaman sungai berkurang drastis kurang dari 50cm.
|
Menerobos pohon tumbang |
|
Galang (9th) Junior Kayaker |
Beberapa
puluh meter setelah jembatan Deandels, konvoi kami harus melaju melawan
gempuran ombak yang secara konstan menerjang dari arah depan. Angin bertambah
dahsyat dan cipratan air terasa asin di mulut kami. Namun, gerombolan ikan yang
meloncat-loncat seiring dengan kayuhan dayung kami membuat suasana tetap riang
dan mencengangkan. Gerombolan ikan kecil itu terus menemani laju kayak kami
sampai akhirnya kami mendarat dengan mulus di pasir pantai Congot yang hitam
dan lembut.
|
Dangkal dan berombak menjelang muara |
|
Beberapa saat menjelang finish |
|
Melawan arus ombak muara |
|
Finish di pasir pantai Congot |
Kedatangan
kami disambut oleh anak, istri, dan keluarga masing-masing yang dengan setia
menunggu kami di Pantai Congot. Nikmatnya kopi ‘senthak’ menjadi pertanda
berakhirnya pengarungan kami.
Angkat topi
dan salut untuk warga di sepanjang sungai Bogowonto yang selalu menjaga
kebersihan, kesehatan, serta keindahan sungai. Semoga dapat dijadikan teladan
bagi warga yang bermukim di sepanjang sungai-sungai lain.
Dan buat sodara-sodara semuaaaa..... jangan lupa....., tetap cintai sungai yaaa......!!
|
Muara sungai Bogowonto di sore yang indah |
Salam lestari,
Kayaking Jogja
Terimakasih sanjungannya. Sebagai warga Bagelen, saya jadi bangga. Sungai saya bersih yo??
BalasHapusHo'oh bener mas Lurah, sungai anda bersih dan indah tenan. Sampe jatuh hati aku...! Contact address-nya apa ya mas Lurah? Siapa tau bisa mampir kalo ke Bogowonto lagi.
HapusSelain lebih bersih, dari semua sungai yang pernah di arungi... kelihatannya sungai ini lebih seruuu dan menarik... hehehee... mungkin karena banyak pohon-pohon rindangnya yaaa...
BalasHapus#Salam kenal maz, salam lestari.... xixixii... :D
Betul sekali Jeng Devi, sungai ini seru, menarik, sekaligus aman krn kedalaman yg minimal. Selepas jembatan deandels, kerindangan pohon menghilang, tapi angin pantai menggantikan keteduhannya.
Hapus